Orang Kaya Kristen dalam Dunia yang Membutuhkan

 

Mark Green bertemu dengan Kim Tan, seorang pengusaha yang bermisi.

 

“Bisnis Saya adalah “mengumpulkan kekayaan untuk didistribusikan” (making wealth to distribute wealth)” kata Bapak Kim Tan, seseorang yang telah mengumpulkan kekayaan yang sangat banyak dan juga telah sangat banyak mendistribusikannya.Mendistribusikan kekayaan disini tidaklahsama dengan membagikannya secara cuma-cuma. Kim adalah salah seorang terkaya di Inggris (United Kingdom). Beliau adalah seorang pemodal ventura internasional (International Venture Capitalist) yang memiliki fokus yang jelas yaitu ingin mencoba melakukan sesuatu yang signifikan bagi kemiskinan global, dan beliau melakukannya dengan cara unik yang didapatkan melalui refleksi panjang dan mendalam dari pengajaran Alkitab mengenai kemiskinan dan mengenai konsep perjanjian lama tentang tahun Yobel (Jubilee) yang ternyata adalah sesuatu yang sentral di dalam pelayanan Tuhan Yesus (Lukas 4).Hari ini, beliau terlibat dalam pengembangan cara-cara baru melakukan bisnis skala besar yang akan benar-benar menyediakan alternatif bagi model-model kontemporer pengentasan kemiskinan.

Saya bertemu Dr. Kim Tan di rumah beliau di Surrey.Sebuah rumah besar yang indah yang terbuat dari batu-batu kuno. Rumah tersebut didirikan di atas sebuah padang seluas beberapa hektar. Saya disambut oleh Molly, seekor anjing “Golden Hound” yang menggoyangkan ekornya dengan lembut kepada saya.Anjing ini jelas terlalu ramah kepada seorang asing seperti saya.Terasa sekali ada suasana damai di rumah ini dimana Kim dan istrinya Sally, tinggal. Tidak hanya itu, rasanya ada sesuatu dari cara mereka mendekorasi rumah yang membuat tamu merasa diterima dan disambut.Kekayaan yang luar biasa, kadang bisa secara tidak langsung membuat tamu merasa risi, namun di rumah ini perasaan itu tidak muncul, saya merasa seperti berada dalam rumah sendiri.

Kim adalah anak dari seorang pengusaha Malaysia yang datang ke Inggris pada usia 16 tahun, dan tidak lama kemudian dia menjadi seorang Kristen.Dia menilai dirinya sebagai seseorang yang “terpaksa bertobat”.Tetapi setelah bertemu dengan Kristus pada usia yang dia anggap tidak muda lagi, dia merasa perlu mengejar ketertinggalannya dan dia juga sadar bahwa dia memerlukan pengajaran yang baik. Jadi, ketika memilih perguruan tinggi, dia pertama-tama mencari tahu siapa saja pengajar Alkitab terbaik di UK, dan dari daftar tersebut, barulah dia memilih universitas yang memiliki jurusan yang di-ingin-kan. Beliau memilih Guildford sebagai universitasnya, atau mungkin lebih tepat kalau dikatakan bahwa beliau diajar oleh David Pawson, yang memiliki kombinasi kedalaman pemikiran alkitabiah dan kesungguhan untuk berkutat dengan isu-isu besar masa kini dimana kombinasi tersebut memperdalam pemahaman Kim mengenai kepedulian TUHAN dalam segala aspek hidup manusia. Hal ini diperkuat oleh kepedulian yang mendalam dari gereja dimana Kim berjemaat. Gereja Kim memiliki kepedulian yang mendalam kepada misi dunia dan juga memiliki sikap yang mendalam mengenai uang – kebijakan gereja ini adalah memberikan 50% dari seluruh budget gereja untuk kegiatan misi dan juga menyumbangkan seluruh kelebihan dana budget gereja pada setiap akhir tahun fiskal sehingga setiap tahun mereka bisa bergantung sepenuhnya kepada TUHAN untuk kebutuhan tahun berikutnya.

 

Dari Komunitas ke Modal Ventura

Kim belajar biokimia karena terpesona pada kreativitas TUHAN dan mulai hidup dalam sebuah komunitas kelompok Kristen yang ingin membangun konteks dimana mereka bisa melakukan pemuridan dan penginjilan secara bersama-sama.Mereka mulai dengan membeli rumah termurah di Guildford.Beberapa tahun kemudian, kelompok ini berkembang menjadi 45 anggota yang diam di 12 rumah di dua ruas jalan. Sebagai komunitas, mereka belajar Alkitab setiap malam, membeli buku-buku tela’ah Alkitab (Commentaries) dan kamus-kamus teologia (Theological Dictionaries) serta mencari orang yang dapat mengajari mereka dasar-dasar bahasa Yunani yang dipakai dalam teks asli Perjanjian Baru sehingga mereka bisa membaca Alkitab dalam bahasa asli serta tela’ah-annya (commentaries). Tujuannya adalah agar mereka bisa mengerti Alkitab dengan lebih akurat dan teliti.

Semua hal ini dilakukan dalam rangka mencari cara untuk meresponi natur radikal Kristus dan juga keradikalan gaya hidup dari gereja mula-mula. Kim mengatakan bahwa kehidupan mereka sungguh-sungguh mirip dengan gereja mula-mula, bedanya hanyalah pada istri-istri dan buku-buku mereka.Hidup mereka sangat sederhana. Pada suatu ketika, mereka memutuskan bahwa para pria dapat hidup hanya dengan 10 Poundsterling sehari dan para wanita dengan 20 poundsterling – para wantia mendapatkan lebih, karena merekalah yang menyediakan makanan. Jika Kim menengok ke belakang, Kim melihat bahwa pengalaman ini, telah memberikan “kesempatan” bagi TUHAN untuk membereskan masalah ketagihan materi dalam hidup mereka.“Jika bukan karena pengalaman tersebut, saya tidak akan pernah belajar bagaimana menganggap enteng banyak hal”, katanya.Tentunya sikap ini baik sekali dipelajari jika anda memegang uang berjuta-juta.

Meskipun demikian, tetap saja ada ketajaman wirausaha dalam cara hidup mereka. “Kami kemudian menyadari bahwa kami membeli begitu banyak buku, sehingga lebih baik kamimembuka perusahaan buku sendiri, sehingga kami dapat membeli dengan lebih murah dan memberikan diskon kepada para pelajar”.Perusahaan tersebut “Bethel Books”, masih ada sampai hari ini.Ada kejadian lainyang mirip dengan toko buku itu: ada salah satu anggota mereka yang sangat berbakat sebagai mekanik. Ketika dia lulus, mereka membangunkan sebuah perusahaan untuk dia. Dalam kedua kasus tersebut, investasi dirancang untuk melayani kebutuhan orang-orang, dan bukan semata-mata untuk menghasilkan uang.

 

Membebaskan potensi masyarakat

Dari uang yang didapat, Kim mulai berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang membawa pendekatan unik dalam proses permodalan ventura.Kim di masa mudanya juga belajar banyak mengenai sikap seorang pelayan dari pertemuannya dengan Roger Forster dan Alan Kreider dan tradisi gereja Anabaptist. Di masa muda ini pula ia telah memegang kuat-kuat contoh yang diberikan TUHAN YESUS sebagai seorang pelayan. Sehingga, sebagai contoh, ketika dia menikahi Sally sebagai istrinya, dia berkeras untuk merancang janji nikahnya sendiri karena janji nikah tradisional tidak mengikutsertakan konsep pelayanan yang sebenarnya adalah metafora dominan di dalam Perjanjian Baru mengenai pernikahan.Yang juga penting adalah pengertian Kim bahwa pelayanan TUHAN YESUS dicirikan oleh satu karakteristik: “adanya suatu keinginan yang besar sekali untuk melihat seseorang dibebaskan untuk mencapai seluruh potensi yang dimiliki orang tersebut – sehingga orang tersebut dapat memiliki hidup yang berkelimpahan”. Tema ini: “pencapaian seluruh  potensi” telah sungguh-sungguh menjadi motivasi Kim dalam seluruh kegiatan yang dilakukannya.

Anda dapat melihat penerapan konsep tersebut di dalam cara perusahaannya berinvestasi ke dalam ide-ide — mereka membantu orang lain mengejar mimpi mereka tidak dengan cara menuliskan cek untuk mereka, tetapi dengan menawarkan keahlian yang tidak mereka miliki – dalam membangun rencana bisnis (business plan), dengan membantu mereka dalam proses merger dan akuisisi, dan seterusnya.

Konsep tersebut juga terlihat dari kecenderungan mereka untuk berinvestasi di dalam perusahaan-perusahaan yang terletak di daerah-daerah dengan tingkat pengangguran tinggi – di India, di Tiongkok dan di Afrika – dalam rangka memberikan pekerjaan kepada orang-orang yang tidak punya kesempatan bekerja.

Kita juga melihat suatu upaya yang dimotivasi oleh belas kasihan untuk menolong masyarakat mencapai potensi penuh dalam eksplorasi Kim pada apa yang dia sebut sebagai Kapitalisme Ventura Sosial (Social Venture Capitalism). Dia berargumentasi,”Masyarakat lebih membutuhkan pekerjaan, daripada bantuan.Dan masyarakat juga lebih tertarik untuk mendapatkan tanggung jawab daripada sekedar menerima uang”. Itulah sebabnya Kim secara aktif mencari peluang-peluang untuk tidak hanya berbisnis di tempat-tempat dimana kemiskinan sudah mewabah, tetapi juga melakukannya sedemikian rupa yang akan memampukan semua orang yang terlibat untuk mandiri dalam jangka panjang. Itulah sebabnya ketika membangun taman safari di daerah bebas malaria yang juga nyaris bebas pekerjaan di Afrika Selatan, dia tidak saja menunjuk seorang manajer untuk melakukan pelatihan bagi tim pembuat pagar yang terdiri dari 65 pekerja, tetapi juga membayar mereka dengan upah yang baik, mengajari mereka membaca, dan melengkapi mereka untuk bekerja di masa depan. Ketika semuanya telah usai, pemimpin-pemimpin dari tim tersebut telah dilatih dengan begitu baiknya sehingga Kim dan tim-nya  dapatbertanya apakah mereka mau membangun bisnis sendiri. Perhatikan hal yang radikal disini – Kim tidak tertarik untuk memulai bisnis pembuatan pagar untuk dirinya sendiri dengan mempekerjakan tim tersebut, tetapi dia memampukan mereka untuk mengerjakan bisnis tersebut secara mandiri. Dan sesungguhnya, mereka membantu tim tersebut untuk menulis rencana bisnis dan membantu negosiasi kontrak 8 bulan untuk pembuatan pagar bagi Taman Nasional Afrika Selatan. Dan hal ini sangat berarti karena setiap pekerjaan yang diciptakan berpotensi memberi pengaruh positif kepada 10 orang lain.

Konsep ini juga penting, karena prinsip yang mendasarinya memungkinkan masyarakat untuk menikmati “konsep memelihara milik TUHAN yang sedang dititipkan” (stewardship).Dalam tahun Yobel di dalam Perjanjian lama, masyarakat Israel diminta untuk menghapus seluruh hutang dan mengembalikan seluruh tanah kepada para pemilik asal. Dan Kim melihat bahwa di dalam Kitab Lukas Pasal 4, Tuhan Yesus sedang meneguhkan ulang konsep Yobel ini dimana sesunguhnya, “Doa Bapa Kami” dapat dilihat sebagai sebuah doa “Yobel”: “ampunilah kesalahan kami sebagaimana kami mengampuni kesalahan orang lain (“forgive us our debts as we ourselves have also remitted them to our debtors”) (dikutip dari John Howard Yoder, “The Politics of Jesus, Eerdmans, p66). TUHAN yang adalah pembebas, menyediakan mekanisme untuk memulai hidup dari awal dan TUHAN yang pemurah yang juga suka mendelegasikan, ingin agar masyarakat dapat memiliki tanggung jawab.Dalam konsep tahun Yobel, kekayaan dimungkinkan untuk didistribusikan kembali kepada masyarakat.Prinsip ini bukanlah sebuah mentalitas “memberi gratisan” (charity), tetapi adalah sebuah mentalitas “pemeliharaan atas milik TUHAN” (stewardship).

 

Berbagi bagi semua

Lebih jauh lagi, Kim menggarisbawahi bahwa kekayaan tidak dimaksudkan untuk diam di dalam tangan segelintir orang.Dan itulah sebabnya dalam setiap proyek dimana dia terlibat, selalu ada unsur distribusi saham.Bahkan di dalam usaha patungan dengan pemerintah komunis Tiongkok untuk meng-komersialisasi enam produk, dia berkeras bahwa para ilmuwan senior harus mendapat bagian kepemilikan saham.Demikian juga ketika dia membangun sebuah rumah sakit kanker di Malaysia dia juga berkeras untuk melanjutkan program kepemilikan saham (Share Options).Dewan direksi mengira bahwa program tersebut haya untuk para manajer senior, tetapi ternyata Kim ingin agar program tersebut diberlakukan untuk seluruh karyawan. Tetapi, karena kebanyakan dari para pekerja belum pernah memiliki saham sebelumnya dan tidak memiliki dana untuk meng-eksekusi pembelian saham (exercise the share options) tersebut, Kim menawarkan suatu skema pinjaman tanpa bunga. Menurut Kim, Alkitab menganjurkan untuk tidak usah menarik bunga dalam hal tersebut.

Kim jelas adalah seorang yang murah hati, namun kemurahan hatinya tidak hanya berupa kemampuan untuk memberikan uang,tetapi yang terutama adalah kemampuan untuk menciptakan peluang. “Beberapa orang,” ujarnya, “seperti batu, mereka baru memberi jika dipukul. Beberapa yang lain, seperti jeruk, baru memberi jika diperas. Beberapa yang lain, seperti bunga, mereka memberikan karena memberi telah menjadi natur mereka. Dan ketika saya berjumpa dengan orang-orang, saya bertanya kepada diri saya sendiri, apakah mereka mencium wangi dari TUHAN YESUS?Apakah mereka menjadi berkenalan dengan Anugrah Allah yang begitu dalam lewat saya?

Salah seorang kawan lama Kim, menyebutkan bahwa Kim memiliki kapasitas yang lebih besar dari kebanyakan kita untuk percaya bahwa segala sesuatu mungkin untuk dikerjakan.Dia mampu melihat kesempatan dan berkata “Mengapa tidak?” Sebagai contoh, para bankir menasihati dia untuk tidak berinvestasi membangun taman bermain di Afrika Selatan – negara tersebut tidak stabil, mata uang mereka (Rand) lemah, sedangkan populasi kulit putih sedang meninggalkan negara tersebut, disamping itu, Kim tidak tahu apapun mengenai bisnis wisata…. Namun, dia tetap mengerjakannya, tidak dengan cara terburu-buru yang kerap dilakukan seseorang yang keras kepala, arogan dan impulsif, melainkan dengan ketekunan. Setiap minggu, dua truk penuh binatang dikirimkan ke taman tersebut dan dia juga menggandeng Dewan Taman Nasional Afrika Selatan sebagai rekanan usaha.

Model ini, bukan sekedar sebuah kabar baik, tetapi juga adalah sebuah model potensial untuk masa depan. Kim mendemonstrasikan kepada pemerintah dan lembaga-lembaga terkemuka bahwa modal ventura sosial (social venture capital) punya sesuatu untuk ditawarkan bagi kaum miskin di dunia, yang seringkali tidak dapat ditawarkan oleh banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO). Seringkali LSM-LSM tidak tahu bagaimana mengelola sebuah usaha.Berarti, keahlian yang diperlukan untuk mengubah hutang menjadi perusahaan yang langgeng – baik mikro maupun makro – seringkali tidak ada pada LSM. Dan bahkan jika para LSM memilikinya, apa yang mulai dibuktikan oleh KIM adalah bahwa sektor swasta dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengentasan kemiskinan.

Dan hal inilah yang mendorong dia untuk mencari para pebisnis yang memiliki pikiran yang sama dan memulai “Jaringan Bisnis Transformasi” (The Transformational Business Network / TBN). Hal ini memberikan inspirasi bagi banyak kalangan pebisnis Kristen untuk dapat menggunakan talenta mereka demi memberikan dampak positif bagi orang-orang miskin di dunia. Hari ini ada lebih dari 170 anggota dari TBN, bekerja untuk proyek-proyek bisnis di seluruh dunia, menggunakan waktu libur mereka untuk melakukan kunjungan lapangan, meninjau peluang bisnis dan menawarkan talenta mereka kepada orang lain, sehingga orang lain tersebut dapat membangun talenta mereka sendiri. “Banyak kalangan pebisnis Kristen yang melihat bahwa ada yang dapat mereka lakukan untuk Kristus – selain membuat kopi, mengatur kursi dan menulis cek.Jika gereja benar-benar percaya bahwa orang adalah asset terbesar mereka, mengapa gereja membiarkan orang-orang tersebut membusuk di bangku gereja?Mereka adalah orang-orang yang berkemampuan tinggi, orang-orang yang bertalenta – kreatif, inovatif dengan keahlian eksekusi yang tinggi dan kita membiarkan mereka membusuk di bangku gereja!” demikain tegas Kim.

Itulah, Kim sangat, sangat tidak suka melihat ada potensi yang disia-siakan.Dia sungguh-sungguh ingin melihat masyarakat – pihak kaya di barat dan pihak miskin dimanapun mereka berada – menghidupi sebuah kehidupan yang menolong mereka semua mencapai kepenuhan potensi mereka di dalam Kristus.

Benar-benar harum seperti semerbak bunga, itulah aroma yang tercium oleh saya.

 

Mark Greene

Diterjemahkan dari artikel majalah Christianity, UK terbitan September 2004.

 

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai “Transformational Business Network (TBN)”, silakan menghubungi 0845 330 5142 atau kunjungi “www.tbnetwork.org”